luka kemarau menggeliat di mataku
terpintal nafas pagi yang haus bersama mimpimu
mungkin telah kau antar cabikan airmata
ke jalan-jalan sunyi yang menghampar kusut
sebagai saksi bahwa hujan mematahkan mantramu
tapi aku adalah mendung yang terseok
sebab matahari menceruki jubah kelabuku
mengasingkan dengan tanah yang kian kumal
padahal di rahimku bunga-bunga mulai mekar
seperti gugusan asap dalam mimpimu yang terbakar
oh, bukankah kau selalu menjadi pertapa saat musim ini tiba?
yang menyihirku dengan mantra-mantra rindumu
Jakarta, November 2006
Ahmad Subki
Tidak ada komentar:
Posting Komentar